Pada Agustus 2025, Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring berusia 21 tahun, berangkat dengan motornya untuk menyelesaikan pesanan di Jakarta. Ia tidak ikut serta dalam aksi protes hari itu — ia sedang bekerja, mengantarkan makanan ketika sebuah kendaraan lapis baja milik polisi menabrak kerumunan di dekat gedung parlemen. Media kemudia mengonfirmasi bahwa Affan sedang bekerja, bukan bagian dari demonstrasi (Channel News Asia, 29 Agustus 2025).
Kematian Affan dengan cepat menjadi wajah dari gelombang protes yang sudah berlangsung di berbagai kota Indonesia. Apa yang awalnya dipicu oleh kemarahan atas tunjangan dan fasilitas baru anggota parlemen — termasuk tunjangan perumahan yang nilainya berkali lipat dari upah minimum — segera meluas menjadi kemarahan yang lebih besar tentang ketimpangan, prioritas belanja pemerintah, dan beban ekonomi sehari-hari yang dirasakan jutaan orang. Biaya hidup yang meningkat, upah rendah, dan perlindungan sosial yang semakin menyusut membuat banyak orang merasa bahwa mereka yang berkuasa terputus dari kesulitan rakyat biasa.
Bagi pekerja seperti Affan, ekonomi berbasis platform telah menjadi sekaligus penyelamat dan jebakan. Platform memberi penghasilan saat pilihan lain terbatas, tetapi sering kali dengan harga jam kerja panjang, pendapatan tidak stabil, dan paparan risiko yang terus-menerus. Kisah Affan menunjukkan hal ini dengan jelas: ia sedang bekerja untuk bertahan hidup, namun akhirnya terjebak fatal dalam konflik politik yang bukan miliknya.
Laporan Fairwork Indonesia 2025 mendokumentasikan bagaimana kerentanan ini merupakan bagian dari pola yang lebih luas. Pekerja di sektor transportasi, pengiriman, dan layanan rumah tangga menghadapi upah rendah, kontrak yang tidak aman, serta algoritma yang mengendalikan akses ke pekerjaan dengan transparansi yang minim. Protes dan aksi mogok di setidaknya enam belas kota menunjukkan bahwa pekerja terus berusaha berorganisasi, tetapi asosiasi yang terfragmentasi dan pengakuan hukum yang lemah membatasi kekuatan mereka.
Kisah Affan mengingatkan kita mengapa isu ini penting. Kerja platform kini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari struktur social dan ekonomi Indonesia. Namun tanpa perlindungan yang lebih kuat, aturan yang lebih adil, dan ruang bagi suara pekerja, jutaan orang akan tetap terjebak dalam ketidakpastian sementara platform terus memperbesar kekuasaannya. Ekonomi digital yang lebih adil itu mungkin — ekonomi yang melindungi pekerja, mengakui hak mereka, dan menghargai kontribusi mereka.
