Model Rating Publik: Apa Kata Pengguna Rapotivi?

Penulis:

Televisi mengudara dengan frekuensi milik publik. Karena itu, sejatinya warga berhak menggunakan, menikmati, dan mendapatkan manfaat dari frekuensi. Kelahiran Rapotivi pun tidak lepas dari semangat ini. Ia dirancang menjadi alat pengaduan yang memungkinkan penonton menyuarakan keprihatinan mereka mengenai kualitas konten televisi. Dalam konteks lebih luas, Rapotivi bisa menjadi model pengembangan rating alternatif yang lebih terbuka dan partisipatoris.

Sejak diluncurkan pada 21 Februari 2015, terdapat 3473 pengguna yang terdaftar di lokadata Rapotivi (hingga 21 Februari 2017). Dari jumlah itu, ada 411 pengguna yang pernah menyampaikan aduan lewat Rapotivi. Jumlah aduan yang masuk pun cenderung menurun di tiap semester. Dalam enam bulan terakhir (22 Agustus 2016-21 Februari 2017) hanya ada 77 pengguna yang menyampaikan 195 aduan ke Rapotivi.
Sepanjang Maret lalu, survei daring pengguna Rapotivi telah digelar.[1] Sebanyak 71 pengguna Rapotivi berpartisipasi dalam survei ini. Dari jumlah itu, 35 di antaranya menggunakan Rapotivi di Android, sedangkan sisanya mengakses Rapotivi melalui laman http://www.rapotivi.org/. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual merupakan tiga isu besar yang paling memprihatinkan responden.

Lebih dari separuh responden (66%) mengaku mau menggunakan Rapotivi karena mereka menginginkan tayangan TV yang lebih baik. Sebanyak 26% menggunakan Rapotivi karena ingin menyalurkan kritik ke stasiun TV. Sangat sedikit yang menggunakan Rapotivi karena ikut ajakan teman atau tertarik dengan imbalan. Tampak jelas bahwa pengguna Rapotivi sungguh berharap aspirasi yang mereka sampaikan melalui Rapotivi bermuara pada perbaikan kualitas tayangan TV. Selama dua tahun Rapotivi hadir, sudahkah harapan itu terwujud?
Saat ditanya apakah mereka merasa bahwa aduan yang mereka sampaikan lewat Rapotivi berdampak terhadap isi TV, sebagian besar merasa ragu. Ini tampak dari jawaban yang jatuh di kategori “Agak setuju” dan “Kurang setuju”. Bahkan ada sembilan orang yang menyatakan “Sangat tidak setuju”. Dengan kata lain, mayoritas responden merasa bahwa aduan yang mereka sampaikan lewat Rapotivi tidak berdampak pada perbaikan kualitas tayangan TV.

Aduan
Kami pun mengirimkan pertanyaan lanjutan untuk mengetahui alasan mereka yang menjawab “Sangat tidak setuju”. Ada yang merasa frustrasi karena sudah berkali-kali mengadu lewat Rapotivi, tapi masih juga mendapati banyak adegan marah, menipu, merencanakan sesuatu yang buruk dalam tayangan berklasifikasi R/BO (Remaja/Bimbingan Orangtua). Juga ada yang geram lantaran sudah berulang kali melaporkan tayangan Mars Perindo lewat Rapotivi, namun tayangan itu tetap ada. Ia merasa KPI maupun lembaga pemerintah tak sanggup menindak pelanggaran tersebut.
Cerita pengalaman pengguna Rapotivi tersebut memantik rasa penasaran kami: Adakah yang punya pengalaman serupa ketika berhadapan dengan TV? Kami sangat senang jika ada yang bersedia berbagi tentang pengalamannya menonton TV.

[1] CIPG dan tim Rapotivi menyebarkan survei kepada pengguna Rapotivi melalui surel, akun Facebook dan akun Twitter Rapotivi, Remotivi, maupun CIPG, laman CIPG, dan pop up di aplikasi Rapotivi Android maupun laman Rapotivi. Surel pengingat untuk mengisi survei dikirimkan secara berkala dalam dua minggu terakhir periode survei. Sayangnya, periode survei berakhir, hanya 71 orang yang mengisi survei. Dari jumlah ini, 24 di antaranya memilih mengisi sebagai Anonim (tanpa nama).

Bagikan postingan ini

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
PENULIS

Klara Esti

Peneliti Senior

Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) adalah wadah pemikir (think tank) berbasis penelitian yang bercita-cita unggul dalam bidang inovasi, kebijakan, dan tata kelola.

Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) adalah wadah pemikir (think tank) berbasis penelitian yang bercita-cita unggul dalam bidang inovasi, kebijakan, dan tata kelola.

office@cipg.or.id​

+62-21-2253-2432​

Kembali ke Atas